Rabu, 22 Januari 2014

“Reformasi 1998 di Solo, Murnikah Gerakan Mahasiswa?”

Tahun 1998 telah terjadi peristiwa bersejarah yakni reformasi. Mahasiswa tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan peristiwa tersebut. Reformasi 1998 merupakan buah hasil dari gerakan mahasiswa yang dalam kurun waktu sebelumnya mendapat kekangan pasca dikeluarkannya kebijakan NKK/BKK. Kebijakan pemerintah tahun 1980an tersebut berhasil mengebiri dan meredam gerakan mahasiswa dalam menentang pemerintah orde baru. Terlepas dari itu mahasiswa mulai bangkit dan menunjukkan eksistensinya sebagai agent of chage.
Di Solo yang merupakan titik awal pergolakan, menjadi pemicu terjadinya gerakan reformasi 1998. Pada waktu itu mahasiswa lah sebagai pelopor pergerakan. Namun apabila dilihat kondisinya, di Solo termasuk kota yang porak poranda akibat kerusuhan yang terjadi. Bakar-bakaran, penjarahan merupakan hal yang biasa. Namun bukan itu yang penulis lihat. Artikel ini akan lebih membahas tentang gerakan reformasi 1998 yang di awali di Solo, sejauh mana peran mahasiswa dan benarkah itu gerakan mahasiswa?. Untuk dapat menganalisa peristiwa itu, penulis mencari data melalui wawancara. Sumber yang penulis gunakan ialah sumber primer, yakni wawancara dengan orang yang terlibat secara langsung dengan peristiwa.
Mahasiswa merupakan agent of change, agen penggerak perubahan. Setiap kali terdapat penguasa yang dzolim maka kesadaran mahasiswa sebagai agent of change, moral force dan entitas transformer akan mucul untuk melakukan perbaikan. Mahasiswa dengan kata perubahan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Gerakan-gerakan perubahan dalam level masyarakat bahkan negara, mahasiswa lah yang menjadi aktornya. Mahasiswa merupakan insan yang memiliki kapasitas baik secara keilmuan, intelektual dan jaringan sebagai modal dalam melakukan perubahan di dalam masyarakat. Mahasiswa memiliki tanggungjawab secara moral dan intelektual untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan bangsa.
Solo merupakan kota yang memiliki sejarah cukup panjang ketika berbicara tentang pergerakan. Sejarah mencatat pergerakan-pergerakan yang ada di Indonesia dipelopori oleh Solo. Sarekat Islam misalnya, sebuah organisasi pergerakan awal abad 20 yang sepak terjangnya sangat besar dalam pergerakan menuju kemerdekaan. Disamping itu juga Solo sebagai pusat budaya yang dikenal unggah-ungguh serta tatanan masyarakatnya yang memiliki budaya jawa tinggi. Lalu timbul suatu pertanyaan mengapa Solo yang merupakan kota budaya ini seolah-olah kontradiktif dengan peristiwa kerusuhan 1998. Kalau asumsinya gerakan reformasi 1998 di Solo merupakan gerakan mahasiswa, perlu dilakukan kajian apakah benar gerakan itu murni gerakan mahasiswa?.
Sejarah mencatat 1998 ialah tahun pergerakan mahasiswa setelah sekian lama mengalami hibernasi dalam hal pergerakan. Yang berkembang pada waktu itu hanya kelompok-kelompok studi. Kevakuman pergerakan mahasiswa dimulai pasca dikeluarkannya Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) tahun 1975. NKK/BKK mengharuskan mahasiswa berkonsentrasi dengan aktivitas akademiknya, sedangkan aktivitas politik tidak diperbolehkan berada di dalam kampus. Menurut pengakuan dari Taufik aktivis mahasiswa 98, meski masih ada peraturan NKK/BKK bukan berarti gerakan mahasiswa mati. Hanya saja dalam melakukan pergerakan tidak secara terbuka di dalam kampus.
Universitas Sebelas Maret (UNS) sendiri, mahasiswa membentuk semacam kelompok yang diberi nama Solidaritas Mahasisawa Peduli Rakyat (SMPR). Kelompok ini beranggotakan mahasiswa dari berbagai latar belakang fakultas, bahkan jurusan yang berbeda. Organisasi di intra kampus terdiri dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Keluarga Mahasiswa UNS dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Sedangkan organisasi ekstra kampus terdiri dari KAMMI, HMI, PMII, FRD. Ada hal yang hampir mirip dengan periode tahun 1965-1966 ketika para mahasiswa menurunkan presiden Soekarno yakni dibentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) di Universitas Indonesia. Begitu pula yang dilakukan mahasiswa UNS dengan membentuk SMPR.
            Reformasi 1998 untuk pertama kalinya dikenalkan oleh mahasiswa di Universitas Sebelas Maret dan Universitas Negeri Lampung. Dua universitas ini yang menjadi pionir dalam meletusnya gerakan besar-besaran bulan April-Mei. Gerakan reformasi 1998 yang digaungkan oleh mahasiswa ini pada mulanya salah satu respon terhadap gejolak ekonomi yang dimulai tahun 1997. Pada tahun itu Indonesia terkena krisis ekonomi yang luar biasa inflasi pada waktu itu hampir mencapai 700%. Gambaran yang disampaikan Taufik, tahun 1996, harga tempe Rp. 50-, dan harga es teh Rp. 150-. Nilai tukar rupiah terhadap dollar masih dalam kisaran Rp. 2.000 per $1. Sedangkan pada tahun 1998 akibat krisis ekonomi yang bergejolak, nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat drastis menjadi sekitar Rp. 10.000 – Rp 11.000 per $1. Hal tersebut dapat dibayangkan betapa menderitanya rakyat pada waktu itu.
Krisis moneter yang berkepanjangan sedang pemerintahan Soeharto tidak bisa mengatasi gejolak. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya gerakan reformasi 1998 terutama di Solo. Demonstrasi sebenarnya sudah dilakukan mahasiswa di Solo yang mengangkat isue tentang komitmen Soeharto kepada IMF. Hal itu merupakan embrio dari gerakan yang telah dilakukan mahasiswa di Solo. Pada awal tahun 1998 menurut pengakuan Umi juga sudah ada demonstrasi-demonstrasi meski belum menggarah pada penggulingan presiden. Pengakuan serupa juga dikemukaan oleh Taufik. Menurutnya, gerakan demonstrasi yang dilakukan awal tahun 1998 itu hanya lah letupan-letupan kecil.
Siklus sepuluh tahunan juga menjadi referensi yang sangat kuat bagi para mahasiswa dalam melakukan gerakan. Gerakan-gerakan yang dimotori oleh mahasiswa dari mulai tahun 1928, 1945 ikatan pemuda lapangan ikada, 1960, 1970,1980 dan berujung pada gerakan mahasiswa 1998. Tahun 1998 mahasiswa sudah mulai berbicara tentang sosial demokratis yang hal itu tidak dimiliki oleh Soeharto.
Pada bulan Maret 1998 terdapat agenda rutin tahunan yang berlangsung pada tanggal 1 sampai 11 Maret 1998. Selama periode itu digunakan untuk Sidang Umum MPR yang membahas tentang penetapan Presiden oleh MPR hasil pemilu dan juga pengesahan RAPBN menjadi APBN. Pada waktu itu penetapan Presiden selalu dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Hal tersebut hampir selalu dilakukan oleh MPR setiap lima tahunan. Parlemen yang hanya terdiri 2 partai yakni PPP, PDI. Selain itu ada Golkar yang merupakan penjelmaan dari pemerintah, hampir semua Pegawai Negeri dan aparat pemerintah dilakukan wajib Golkar. MPR pada waktu itu menetapkan Soeharto menjadi presiden untuk ke-6 kalinya.
Pada bulan Mei 1998 gerakan demonstrasi semakin menggeliat. Pasca ditetapkannya Soeharto sebagai Presiden untuk ke-6 kalinya menimbulkan kejenuhan masyarakat. Soeharto yang tidak bisa mengatasi krisis ekonomi, justru tetap diangkat menjadi Presiden. Akibat dari kondisi demikian, mahasiswa terus-menerus melakukan gerakan demonstrasi. Para mahasiswa hampir setiap hari turun jalan melakukan aksi di depan Bullevard UNS. Suasana di Bullevard mencekam, areal kampus itu menjadi daerah konflik. Mahasiswa tidak berani untuk keluar jalan, begitu pula polisi tidak akan masuk ke dalam areal kampus. Suasana semakin tidak kondusif ketika hampir setiap demonstrasi terjadi kerusuhan.
Kerusuhan yang terjadi menurut Taufik, hal itu sudah diprediksi karena setiap kali melakukan demonstrasi, saking banyaknya orang yang turun jalan maka sudah sulit dibedakan antara mahasiswa dengan bukan mahasiswa. Setiap demonstrasi polisi selalu menyemprot para demonstran dengan gas air mata. Paving-paving bertebaran, kondisi yang terjadi sudah sangat tidak kondusif. Meskipun UNS merupakan kampus yang wilayahnya terkonsentrasi sehingga menurut Taufik gerakan-gerakannya sulit dikacau oleh intel, akan tetapi tidak bisa menjamin bahwa orang yang ikut demonstrasi semua mahasiswa. Jadi apabila terjadi kerusuhan belum tentu pelakunya mahasiswa.
Demonstrasi yang selalu keostik antara demonstran dengan polisi terjadi bentrok, dari sisi lain terdapat pengaruh dari media. Media sebagai sumber informasi mempunyai peranan yang cukup strategis didalam penyebarluasan isue. Mahasiswa menutut adanya reformasi disegala aspek kehidupan, bukan hanya ekonomi politik tetapi juga keterbukaan dan demokrasi. Menurut Taufik, mahasiswa pada waktu itu tidak membawa issue tunggal yakni penurunan Soeharto tetapi seperti Tritura. Mahasiswa sudah mempunyai keyakinan bahwa Soeharto akan turun. Hal tersebut yang membuat para mahasiswa menjadi terbakar semangatnya. Mahasiswa membuat setting aksi, merilis berita (pers release) yang dilakukan hampir setiap malam.
Pada bulan Mei 1998, demonstrasi yang begitu intensif dilakukan bahkan menurut pengakuan Taufik, partai juga ikut dalam demonstrasi. Kondisi yang terjadi pada waktu itu keostik hampir tidak terkendali. Setiap terjadi demonstrasi selalu ada bentrok dan kerusuhan. Ada beberapa hal yang dapat diketahui bahwa kondisi pada waktu itu tidak ada anggapan terhadap latar belakang yang berbeda. Di satu sisi hal anggapan tersebut wajar karena memang isue-isue yang diangkat sama, sehingga baik mahasiswa dengan latar belakang yang berbeda maupun masyarakat bahkan politisi pun bisa ikut bersama-sama demonstrasi. Di sisi lain bahwa ada berbagai kepentingan yang menunggangi reformasi 1998 akan sangat mungkin terjadi.
Mahasiswa ialah agent of change, agen penggerak perubahan menuju masyarakat yang lebih baik. Perubahan yang dilakukan mahasiswa tidak lepas dari tanggungjawabnya sebagai insan intelektual dan sosial. Tahun 1998 menjadi tahun yang sarat akan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Soeharto yang berkuasa hampir 32 tahun terpaksa terhenti akibat dari gerakan mahasiswa. Mahasiswa didalam gerakannya didukung oleh berbagai komponen bangsa  menjadi satu hal yang pantas dicacat oleh sejarah.
Di Solo, lebih khususnya UNS, sebuah Universitas yang berdirinya tidak lepas dari campur tangan orde baru juga menjadi salah satu universitas pelopor terjadinya reformasi 1998. Setelah sebelumnya gerakan mahasiswa hanya sebatas kelompok studi maka pada tahun 1998 muncul suatu kelompok gerakan mahasiswa dengan nama SMPR. Kelompok ini muncul dari berbagai elemen organisasi kampus di UNS. Kelompok gerakan yang dibangun atas dasar keyakinan dan isue yang sama.
Di samping itu peran media sebagai peyebar informasi kepada khalayak umum memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam bergulirnya Reformasi 1998. Media memiliki peran strategis apalagi media surat kabar cetak dimana semua elemen masyarakat dari golongan biasa sampai masyarakat kelas atas mampu mengakses informasi yang diberitakan. Sehingga pada waktu itu hampir setiap hari mahasiswa selalu mengeluarkan pers release yang berisi isue-isue yang dibawa mahasiswa. Statetment mahasiswa tentang tuntutan reformasi dan sebagainya.
Dari informasi dua narasumber yang telah penulis peroleh terkait pertanyaan apakah reformasi yang didahului di Solo merupakan murni gerakan mahasiswa, memberikan informasi bahwa memang benar reformasi 1998 merupakan gerakan mahasiswa. Meskipun gerakan reformasi yang dilakukan dalam keberjalannya terdapat bentrokan yang berujung pada kerusuhan setiap kali demonstrasi, hal itu sepertinya bisa dikesampingkan karena memang yang melakukan demonstrasi bukan hanya kelompok mahasiswa saja seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Mahasiswa secara gerakan mempunyai peranan strategis. Mahasiswa yang memulai gerakan ini. Meski dalam demonstrasi masyarakat atau elemen yang lain ikut terlibat tetapi baik secara konsep gerakan maupun teknis gerakan, mahasiswa mempunyai andil yang besar. Menurut pengakuan dari salah satu narasumber, Taufik yang merupakan aktivis mahasiswa yang terlibat langsung dalam gerakan tersebut, pada waktu itu memang ada demonstrasi berbayar, tetapi hal itu tidak dilakukan mahasiswa. Pengakuan serupa juga disampaikan Umi, meski terjadi kerusuhan dan pembakaran di Solo, reformasi yang dipelopori mahasiswa merupakan gerakan mahasiswa.

Penulis sendiri berpendapat bahwa dengan berbagai uraian kronologi, sebab-akibat terjadinya gerakan mahasiswa yang terjadi di Solo merupakan gerakan yang dibangun atas dasar kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif muncul dari pikiran-pikiran mahasiswa yang sebelumnya dikekang dan dibatasi pada kegiatan-kegiatan tertentu. Reformasi 1998 juga menjadi sebuah bukti bahwa gerakan mahasiswa tidak mati meskipun NKK/BKK masih berlaku. Kekuatan yang dimiliki oleh mahasiswa dan people power akan senantiasa muncul ketika dihadapkan dengan penguasa yang bertindak represif dan anti terhadap keterbukaan serta demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar