Sabtu, 05 Januari 2013

Pedagang Asongan di Bus Lintas Kota Jogja – Solo


A. Pendahuluan
            Kota sering kali diasumsikan sebagai bentuk kehidupan masyarakat yang individualis, bermewah-mewahan, disana terdapat banyak gedung-gedung perkantoran yang mewah dan menjulang tinggi, pabrik-pabrik besar hingga membeludaknya kendarakan-kendarakan di jalan raya sehingga mengakibatkan kemacetan yang luar biasa. Kota juga diasumsikan sebagai tempat yang ideal dalam melakukan kegiatan perekonomian, bisnis, perdagangan dan sebagainya. Hal itu menyebabkan kota menjadi tempat tujuan para pelamar kerja yang kebanyakan dari pedesaan dengan asumsi kota merupakan pusat industri dan perpabrikan.
            Apabila dilihat seksama kondisi perkotaan kebanyakan – bahkan semua – kota di Indonesia terdapat fenomena kontradiktif terhadap asumsi yang ada. Di kota ternyata banyak pekerja-pekerja sektor informal seperti pedagang asongan di bus-bus, pedagang kaki lima, penarik becak, pemulung bahkan gembel ataupun pengemis. Selain itu disamping gedung-gedung perkantoran mewah, sisi lain dari perkotaan ialah banyaknya daerah-daerah pemukiman kumuh yang tentu saja terdapat bangunan-bangunan liar, seperti di bantaran sungai, di dekat jembatan, pinggir rel kereta api dan sebagainya.
            Dalam makalah ini akan membahas tentang kegiatan sektor informal yang terdapat di perkotaan. Kegiatan sektor informal yang diambil ialah “Kegiatan Pedagang Asongan di bus Lintas Kota Jogja-Solo”. Para pedangang asongan yang banyak di jumpai di dalam bus lintas Jogja-Solo merupakan salah satu kegiatan sektor informal yang menarik untuk dikaji. Kajian itu didasarkan pada aspek struktur fungsional dimana setiap struktur baik subjek maupun objek kajian mempunyai fungsi. Hal-hal yang menarik untuk dikaji, misalnya pola-pola yang digunakan dalam melakukan kegiatan perdagangan, fungsi dan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Kesemuanya itu akan diulas dalam makalah ini.

B. Metode
            Observasi tentang Kegiatan Pedagang Asongan di Bus Lintas Kota Jogja-Solo ini dilaksanakan pertengahan Desember 2012 di Bus Lintas Kota Jogja Solo. Subjek observasi ini ialah observer dan objek observasi ini ialah pedagang asongan yang terdapat di bus lintas kota Jogja-Solo. Metode yang digunakan adalah observasi melalui pengamatan. Pengamatan dilakukan ketika observer berangkat dan pulang kuliah. Pedagang Asongan yang diamati meliputi : pedagang buku-buku bacaan, pedagang makanan kecil dan air mineral, pedagang pernak-pernik (satu set alat tulis, gantungan kunci dan sebagainya) dan pedagang koran. Pengamatan yang dilakukan meliputi pola-pola kegiatan dari pedagang asongan yaitu bentuk dan macam perdagangannya, serta kondisi (di dalam bus) ketika pedagang asongan tersebut melakukan kegiatan perdagangan. Dalam melakukan observasi, observer pasif yakni tidak melakukan wawancara, hanya melakukan pengamatan saja. Sehingga informasi yang ada merupakan sudut pandang dari pengalaman observer. Observasi ini hanya menggunakan langkah-langkah sederhana yaitu observer melakukan pengamatan kemudian hasil pengamatan diolah dan dijadikan makalah yang tersaji ini.

C. Pembahasan
            Seperti yang telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwasanya kesan secara sepintas tentang kondisi kehidupan masyarakat kota yang lebih maju, modern, terdidik, akibat kemajuan dari industrialisasi tidak mutlak benar adanya. Padahal, sisi-sisi lain yang kontradiktif dengan itu ialah banyaknya para pekerja-pekerja sektor informal yang mayoritas kaum marjinal. Dalam konteks itu permasalahan yang timbul menjadi beragam.
Berbicara tentang perkotaan tentu tidak lepas dari permasalahan-permasalahan yang ada. Sebagai lokasi pemukiman manusia, baik masalah manusia yang berdiam di dalamnya, masalah yang timbul dari fisik kota itu, maupun keadaan atau lokasi kota itu. Permasalahan kota-kota di dunia telah diringkas sebagai berikut : (1) masalah pencemaran dan sampah; (2) masalah pengangkutan dalam kota; (3) masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi dan cepat; (4) masalah pemukiman yang tidak memenuhi persyaratan untuk hidup; dan (5) masalah kemasyarakatan yang timbul di kalangan penduduknya (pengguran, kemiskinan, kejahatan, dan hubungan antar kelompok etnis­) (Elly dkk, 2011 : 853).
            Pada poin terakhir yakni masalah kemasyarakatan yang timbul di kalangan penduduknya akan menjadi bagian yang akan dibahas pada makalah ini. Dalam makalah ini mencoba mengambil satu bentuk kegiatan sektor informal yang berada di wilayah perkotaan Solo-Jogja. Kegiatan tersebut ialah kegiatan yang dilakukan oleh pedagang asongan yang ada di bus lintas kota Jogja-Solo. Berbicara tentang kegiatan pada sektor informal tentu peran dan fungsi dari kegiatan tersebut juga informal artinya tidak saklek dengan kegiatan formal pada umumnya. Dalam hal ini terdapat dua pandangan mengenai kegiatan yang dilakukan pedagang asongan. Hal itu didasarkan pada  prinsip perdagangan yaitu ada penjual dan pembeli.
            Pandangan pertama, dilihat dari fungsi kegiatan tersebut bagi pedagang asongan itu sendiri. Kegiatan perdagangan yang dilakukan pedagang asongan berfungsi seperti halnya perdagangan pada umumnya yaitu untuk memperoleh keuntungan atau penghasilan. Barangkali memang dengan berdagang asongan mereka dapat menghasilkan uang guna mencukupi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Apabila dilihat dari sistem pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat perkotaan memang mayoritas adalah bergantung pada sektor industri. Akan tetapi tidak sedikit pula masyarakat perkotaan yang bekerja pada sektor informal seperti halnya berdagang asongan di dalam bus. Sebagian dari mereka berdagang asongan merupakan pekerjaan sekunder (sampingan) sebagian yang lain merupakan pekerjaan primer (pokok).
Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang asongan berfungsi sebagai kegiatan mata pencaharian baik pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan. Kegiatan pedagang asongan dikatakan sebagai pekerjaan pokok bilamana bekerja sebagai pedagang asongan merupakan pekerjaan yang memang menjadi pekerjaan utama mereka. Sumber pendapatan utama dihasilkan dari berdagang asongan. Kegiatan pedagang asongan tersebut dikatakan pekerjaan sampingan bilamana pekerjaan itu dilakukan semata-mata untuk menambah penghasilan dari pekerjaan utama. Sistem mata pencaharian yang dilakukan dari kegiatan berdagang asongan ini merupakan suatu bentuk kegiatan untuk mendapatkan penghasilan.
Pandangan kedua, yakni pandangan dari sisi konsumer atau masyarakat secara luas terhadap fungsi kegiatan. Kegiatan yang dilakukan oleh pedagang asongan di bus lintas kota Jogja-Solo ini merupakan wujud dari pemenuhan kebutuhan pengguna bus. Kebutuhan-kebutuhan itu, misalnnya air mineral, makanan kecil sebagai cemilan perjalanan, atau pernak-pernik sekedar oleh-oleh dalam perjalanan. Dalam hal ini fungsi dari adanya pedagang asongan di dalam bus ialah untuk memberikan kemudahan bagi pengguna bus dalam membeli berbagai kebutuhan seperti makanan, minuman, pernak-pernik, buku maupun sekedar koran untuk mengisi kegiatan disela-sela perjalanan. Dengan demikian pengguna bus kota merasa diberikan kemanfaata atas hadirnya pendagang songan tersebut.
Dalam melakukan observasi terhadap kegiatan Pedagang Asongan di Bus Lintas Kota Jogja-Solo, observer menemukan beberapa pola atau bentuk operasional dari pedagang asongan yang berada di bus. Pola atau bentuk operasional yang pertama adalah pedagang asongan menjajakan barang dagangannya dengan menawarkan. Sambil berjalan dari kursi ke kursi penumpang para pedagang asongan menawarkan dagangannya dengan sistem pembayaran langsung tanpa terlebih dahulu memberitahukan harga. Artinya terjadi transaksi langsung, ketika membeli langsung membayar. Pola atau bentuk operasional yang kedua ialah pedagang asongan menjajakan barang dagangannya dengan bentuk kemasan. Pedangang asongan berjalan di dalam bus kemudian  masing-masing penumpang diberikan barang dagangannya. barang ditawarkan terlebih dahulu kepada konsumen dengan disertai harga. Setelah beberapa menit kemudian pedagang mengambil kembali dagangannya. Apabila ada penumpang berminat membeli barang dagangan tersebut maka penumpang mengambil barulah terjadi transaksi.
Harga yang dipatok oleh pedagang asongan beraneka ragam tergantung jenis barang yang dijajakan akan tetapi masih dalam tataran harga yang wajar. Misalnya untuk satu buku dihargai Rp.10.000, harga koran dikisaran Rp.1.000 – Rp. 4.000 baik koran lokal maupun nasional, untuk pernak-pernik biasanya dihargai per set dan untuk makanan biasanya kiasaran Rp. 1.000 – Rp. 5.000. Untuk pedangang koran, pedagang pernak-pernik maupun pedagang buku bacaan biasanya dalam menawarkan dagangannya disertai dengan harga. Tetapi untuk air minum dan makanan kecil terkadang tidak disebutkan harganya, apabila ingin membeli baru dapat diketahui harganya. Satu hal yang menarik dalam melakukan perdagangan, untuk barang tertentu terkadang pedagang memberikan alternatif harga yang dapat di nego alias ditawar. Hal itu tentu semakin memberikan dampak yang cukup positif.
Kegiatan di sektor informal yang dilakukan oleh Pedagang Asongan di Bus Lintas Kota Jogja-Solo disamping memberikan kontribusi positifnya dalam pemenuhan kebutuhan para penumpang bus, ternyata masih ada beberapa hal yang menjadi dampak negatif. Meskipun dampak negatif yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan terhadap kehidupan masyarakat dalam konteks ini adalah para penumpang bus. Ada beberapa dampak yang dapat dianggap negatif dari hadirnya pedagang asongan di dalam bus. Beberapa dampak itu seperti, misalnya saat kondisi bus penuh dengan penumpang ditambah lagi dengan masuknya pedagang asongan – dengan barang dagangannya – akan menambah suasana pengap dan desak-desakan antar penumpang. Hal itu menyebabkan potensi tindak kriminal pencopetan akan tinggi. Terkadang beberapa pedagang yang usil akan memberikan harga dagangannya tidak sesuai dengan harga pada umumnya. Terutama hal ini terjadi apabila penumpang dari luar kota. Sehingga menyebabkan konsumen tidak nyaman. Disamping itu akibat dari ketidaksadaran dari penumpang banyak sampah hasil jajanan dari pedagang asongan yang berserakan di dalam bus, hal itu memperparah ketidaknyamanan penumpang yang lain.

D. Penutup
            Seperti yang telah diketahui bahwa kehidupan di kota sangatlah keras. Kota yang diasumsikan menjadi tempat yang ideal dalam pertumbuhan ekonomi formal terutama dalam industrialisasi dengan adanya pabrik-pabrik sehingga lapangan pekerjaan semakin luas. Ternyata dalam kenyataanya tidak sedikit masyarakat perkotaan yang bekerja pada sektor informal seperti pedagang asongan yang telah dibahas sebelumnya. Pedagang Asongan yang banyak di jumpai di dalam bus lintas kota Jogja-Solo merupakan kegiatan sektor informal yang keberadaanya dapat dipandang dua sisi. Sisi pertama yakni positif, dalam hal ini pedangang asongan setidaknya bagian dari masyarakat yang bukan pengagguran, meskipun mereka bekerja pada sektor informal. Di samping itu mereka dapat memberikan dampak positif bagi penumpang yang membutuhkan dagangannya ketika berada dalam bus yang tidak bisa membelinya di luar. 
Meskipun demikian terdapat sisi lain yaitu sisi negatif dari adanya pedagang asongan. Sisi negatif ini tidak terlalu berdampak cukup signifikan akan tetapi apabila dilakukan pembiaran maka dampaknya juga tidak baik. Misalnya saja menyebabkan potensi kriminal akibat desak-desakan penumpang dengan pedagang asongan. Di samping itu apabila tidak ada kesadaran dari penumapang yang membeli dagangan dari pedagang asongan terutama makanan dan minuman akan menyebabkan banyak sampah yang berserakan di dalam bus. Sehingga dapat mengganggu penumpang yang lain. Hal yang menjadi perhatian ialah hadirnya pedagang asongan di dalam bus lintas kota Jogja-Solo memberikan dampak positif dan negatif. Sehingga dengan demikian eksistensi Pedagang Asongan di Bus Lintas Kota Jogja-Solo dapat dipandang objektif.

E. Daftar Pustaka
Elly M Setiadi, Dkk. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Pemecahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana Prenada Media Goup

2 komentar:

  1. wah, nggonaku lali ra tak kek'i daftar pustaka..


    lumayan sih (nek kanggoku), secara struktur bahasa dan proses eksplanasinya. tapi kurang penekanan nggon bagian dampak sosial secara umum pada masyarakat secara luas. di situ cuma di jelaskan sebab dan akibat langsungnya tok kurang menjabarkan proses terjadinya hal itu.

    BalasHapus