Pendahuluan
Pasca terkabulnya judicial review pasal 50 ayat 3 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) atas UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK)
membuat babak baru sistem pendidikan di Indonesia. Pasal 50 ayat 3 UU No 20
tahun 2003 yang berbunyi bahwa : “Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf Internasional” yang menjadi cikal bakal dan dasar hukum
terbentuknya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), oleh MK dianggap
tidak sesuai dengan semangat pasal 28 dan 31 UUD 1945.
Dengan dikeluarkannya putusan MK
tentang pembatalan pasal 50 ayat 3 UU No 20/2003 maka UU tersebut sudah tidak
berlaku lagi (inkonstitusional). Hal itu sekaligus memberikan instruksi untuk
dibubarkannya RSBI/SBI. MK menganggap bahwa dengan adanya RSBI terjadi
diskriminasi, kastanisasi dan kesenjangan masyarakat terhadap akses pendidikan
dalam hal ini pendidikan RSBI/SBI. Selain itu persoalan penggunaan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas RSBI/SBI juga menjadi perhatian
karena dianggap akan mengancam berbangsa-bernegara. Adanya ketakutan akan
kehilangan jati diri berbangsa-bernegara yang telah menyepakati penggunaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, nasional dan persatuan.
Tinggal Kenangan
Telah disebutkan diatas bahwa pasal
50 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 sudah inkonstitusional, artinya tidak dapat
dipakai menjadi landasan hukum berdirinya RSBI/SBI. Hal itu tentu berakibat
harus dibubarkannya RSBI/SBI. Sebelum membahas tentang proyeksi kedepan pasca
pembubaran RSBI/SBI, setidaknya ada beberapa persoalan yang harus menjadi
perhatian. Persolan-persoalan itu tidak dapat dilepaskan begitu saja hanya
dengan melakukan pembubaran terhadap eksistensi RSBI/SBI. Pertama, akibat
adanya RSBI/SBI pendidikan seolah-olah terkotak-kotak dan terjadi dualisme
dalam pendidikan. Kedua, terjadi kastanisasi, liberalisasi, dan kesenjangan
akses pendidikan. Dan yang ketiga, persoalan yang menyangkut identitas dan jati
diri bangsa terkait penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam
melakukan pengajaran.
Selain
persoalan-persoalan diatas, persoalan menjadi perhatian ialah biaya pendidikan
RSBI/SBI yang tinggi. Biaya pendidikan RSBI/SBI dianggap tidak bersahabat
dengan masyarakat ekonomi menengah kebawah. Pendidikan RSBI/SBI kebanyakan
memang dinikmati oleh masyarakat dengan ekonomi atas. Hal itulah yang banyak
disesalkan dan semakin membuat masyarakat terdiskriminasi.
Akan
tetapi lewat sidang putusannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003. Menurut Mahkamah, pasal yang mewajibkan
pemerintah merintis setidaknya satu sekolah bertaraf internasional pada semua
jenjang pendidikan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Artinya,
sekitar 1.300 sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
kontan kehilangan pijakan hukumnya (tempo.com,
14 Januari 2013). Hal itu berisyarat bahwa RSBI/SBI tinggal kenangan.
Menata Ulang Pendidikan
Pasca pembubaran RSBI/SBI lantas
muncul berberapa pertanyaan, seperti : apakah kemudian hanya berakhir sebatas
pembubaran RSBI/SBI? apakah hal itu menyebabkan traumatik terhadap pendidikan
yang distandarisasi internasional? Bagaimana membangun kualitas pendidikan yang
dapat bersaing secara internasional akan tetapi tidak meninggalkan jati diri
bangsa? Petanyaan-pertanyaan itulah yang
muncul terkait persoalan-persoalan yang tidak mungkin diselesaikan hanya dengan
membubarkan RSBI/SBI. Kata kuncinya adalah rekonstruksi pendidikan. Artinya pendidikan
di Indonesia perlu ada penataan kembali secara konsep pendidikan yang berkualitas
dan implementasi atas konsep itu.
Berbicara tentang pendidikan
berkualitas ada beberapa hal yang mempengaruhi, yakni pertama, adanya kurikulum
yang berkualitas artinya bukan hanya kurikulum yang mengadopsi kurikulum dari
luar negeri tetapi tidak sesuai secara kondisional dan kultural terhadap
Indonesia. Akan tetapi kurikulum yang mampu menjawab kebutuhan dari siswa dan
pendidik. Kebutuhan terhadap pengembangan potensi dari siswa itu sendiri. Kedua,
kemampuan pendidik dalam mendidik dalam preoses mengajar. Sertifikasi dan
pelatihan guru profesional, meskipun masih terdapat kekurangan tetapi
setidaknya itu merupakan bagian untuk meningkatkan kualitas pendidik. Pendidik yang
berkulitas secara intelektual dan berkarakter yang unggul akan sangat
mempengaruhi daripada output yang dihasilkannya.
Yang bisa dilihat saat ini memang
menjadi persoalan sendiri dimana pendidikan yang menggunakan kurikulum luar
negeri outputnya tidak jauh berbeda dengan output yang dihasilkan dari
kurikulum lokal. Hal itu bisa jadi disebabkan karena kurikulum yang diadopsi
dari luar negeri tidak bisa semata-mata diterapkan mentah-mentah di Indonesia.
Aspek kondisional dan kultural harus menjadi pertimbangan dalam penggunaannya.
Kualitas Internasional akan tetap tercapai meskipun menggunakan kurikulum
lokal. Kurikulum lokal yang dimaksud tentu harus memiliki konsep ideal yang
dapat terimplementasi baik secara kondisional dan kultural. Konsep yang dihasilkan
dari penyerapan unsur-unsur budaya dan jati diri bangsa Indonesia sendiri.
Kurikulumnya saja berpedoman dengan
Cambridge yang merupakan kurikulum pembelajaran asing atau luar negeri, yang
pasti tidak akan ada pembelajaran-pembelajaran tentang berbagai kehidupan
nilai-nilai lokal, serta kesosial-budayaan yang benar-benar menerangkan
ke-indonesiaan disana. Dengan hal yang demikian, mana mungkin pendidikan
yang seperti itu dapat membentuk National Building serta pembangunan
keindonesian, yang ada malahan akan menghilangkan jiwa Ke-indonesiannya (Arif
Novianto, Okezone.com, Kamis, 10
Januari 2013)
Pendidik yang berkualitas secara
intelektual dan berkarakter yang unggul akan sangat mempengaruhi daripada
output yang dihasilkannya. Bagaimana mungkin siswa dapat memiliki kualitas
intelektual dan moral yang unggul tanpa guru yang memilki kemampuan yang unggul
dan berkarakter pula? kedua hal yang sangat melekat dan saling mempengaruhi.
Untuk menciptakan kemampuan pendidik yang unggul dan berkarakter dapat dicapai,
mulai dari seseorang masuk ke Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan sampai
akan memasuki gerbang untuk menjadi pendidik. Ketika akan menjadi pendidik dia
harus benar-benar berkualifikasi, artinya harus ada standarisasi yang ketat
untuk seseorang dapat menjadi pendidik.
Pendidikan
yang menjadi hajat hidup orang banyak seharusnya dikelola dengan baik. “Setiap
warga Negara berhak mendapat pendidikan” (pasal 31 ayat 1 UUD 1945) &
“….Negara wajib membiayainya”(Pasal 31 ayat 2 UUD 1945). Telah
disebutkan diatas bahwa persoalan yang dihadapi pendidikan berkualitas ialah
biaya yang tinggi. Mari kita lihat bersama, anggaran pendidikan di Indonesia
saat ini 20% dari jumlah APBN. 20% merupakan angka yang tidak sedikit, sehingga
anggapan bahwa pemerintah kekurangan dana untuk membiayai pendidikan yang
berkualitas dapat disangsikan kebenarannya. Transparasi penggunaan biaya
pendidikan itulah yang menjadi salah satu jawaban atas persoalan tersebut.
Hal
yang sangat menarik untuk diperbincangkan ialah bagaimana kemudian hubungan
antara penggunaan bahasa Inggris dengan kualitas internasional? Mengingat
bahasa merupakan sarana dalam melakukan komunikasi. Penguasaan bahasa
internasional salah satunya bahasa inggris memang menjadi salah satu bagian penting
dalam hal perolehan informasi dan melakukan komunikasi secara internasional.
Akan tetapi hal itu juga tidak dapat dijadikan satu-satunya tolok ukur dari
kualitas internasional.
Menurut Ahli
bahasa sekaligus anggota perumus Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Dendy
Sugono. Ia mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
harus mengkaji ulang kebijakan itu. Ia mengutarakan, jika ingin meningkatkan
kemampuan siswa berbahasa Inggris, mereka sebaiknya melalui pengajaran bahasa
Inggris reguler itu sendiri. “Penggunaan bahasa asing, termasuk bahasa Inggris,
sebagai bahasa pengantar dapat ditoleransi hanya untuk jenjang pendidikan
tinggi. Khususnya pada prodi-prodi yang kosentrasinya pada kajian bahasa
tersebut. Misalnya, pada prodi bahasa Arab tidak menjadi persoalan menggunakan
bahasa Arab sebagai bahasa pengantar” (Gloria Samantha. Sumber: Kompas,
Tribun News, JPNN, Rabu 16 Mei 2012)
Penutup
Terlepas dari pro-kontra terhadap
eksistensi RSBI/SBI di dunia pendidikan Indonesia, pasca putusan Mahkamah
Konstitusi yang mengabulkan gugatan atas pasal 50 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang bertentangan dengan UUD 1945,
RSBI/SBI hanyalah tinggal kenangan. Payung hukum yang menaungi RSBI/SBI sudah
dinyatakan inkonstitusional sehingga eksistensinya tidak dapat dipertahankan.
Akan tetapi tidak berhenti sebatas
pembubaran RSBI/SBI, harus ada upaya follow-up bagaimana langkah-langkah yang
harus diambil untuk kembali meramu kebijakan pendidikan yang berkualitas dengan
tidak mengenyampingkan jati diri berbangsa-bernegara. Setidaknya harus ada
rekonstruksi dalam sistem pendidikan di Indonesia, baik penggunaan kurikulum,
peningkatan kualitas dan kemampuan pendidik, penyediaan sarana-prasarana yang
memadai dengan asumsi biaya yang sesuai dengan realita ekonomi masyarakat
Indonesia saat ini yang cenderung menduduki menengah kebawah. Dan penggunaan
bahasa asing yang harus berimbang, bahasa Indonesia lah yang harus lebih
diutamakan sehingga anggapan kehilangan jati diri bangsa dapat ditepis.
Perbaikan
dan perbaikan harus terus dilakukan Kemendikbud sebagai penyelenggara
pendidikan yang diamanahi oleh UUD 1945. Satu hal yang ditekankan dalam tulisan
ini, bahwasanya pendidikan yang mahal tidak menjamin adanya kualitas yang baik.
Sesuai dengan pernyataan Mendikbud (antaranews.com,
13 Januari 2013), “Cita-cita untuk memiliki sekolah
bertaraf internasional di setiap kabupaten kota tidak boleh dikubur sehingga
kita harus memikirkan lagi formula pengganti RSBI”. Harapannya semoga
pendidikan di Indonesia lebih baik lagi.
Dan tugas kita adalah tetap mengawal perjalanan kebijakan-kebijakan apalagi
yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak seperti pendidikan. Tetap tegas
menolak diskriminasi, liberalisasi dan komersialisasi pendidikan. Dengan
demikian konsepsi pendidikan kritis yang mencerdaskan kehidupan bangsa dapat
diwujudkan.
Online Casino Site | Top 10 List - Chukchang
BalasHapusPlay the best casino 메리트카지노총판 games, including slots, blackjack, roulette, keno งานออนไลน์ and more. Online Casinos with Bonuses and Payments. 카지노